Pada hari Senin, 27 Februari 2012, sehabis jam kerja, sore hari dengan naik sepeda motor roda dua saya iseng meluncur dari kota Wonosari menuju ke obyek wisata air Beton Indah di desa Umbulrejo, Kec. Ponjong, Kab. Gunungkidul. D.I. Yogyakarta (sekitar 15 Km dari kota Wonosari ). Rupanya sudah terlalu sore, sehingga di Beton Indah, saya sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas air atau outbond seperti biasanya. Eh, ternyata di warung makan kompleks Beton Indah, saya diberi informasi oleh pemilik warung makan itu tentang beberapa gua yang bagus dan kalau berminat diminta menghubungi Sdr. SULARNO, selaku koordinator teknis pemandu wisata gua, dengan nomor HP : +62 (0) 87838111466.
Sungguh merupakan pengalaman yang amat berharga, dapat menyusuri salah satu gua di wilayah Kab. Gunungkidul yang masih alami dan menakjubkan. Terus terang, saya memang "ngebet" ingin menikmati hiasan atau dekorasi dalam gua yang sering disebut sebagai speleothem, sekaligus mensyukuri karunia alam Tuhan yang menjadi rumah indah di dalam tanah. Apalagi gua tersebut merupakan gua vertikal yang hanya dapat dimasuki dengan peralatan "safety" yang memadai dan tentunya dengan pemandu-pemandu yang profesional. Gua dimaksud adalah Gua/Luweng COKRO yang terletak di dusun Blimbing, desa Umbulrejo, Kec. Ponjong, Kab. Gunungkidul, Propinsi D.I. Yogyakarta. Jarak dari kota Yogyakarta ke arah tenggara menuju lokasi mulut gua/luweng tersebut kurang lebih 46 Km, dengan waktu tempuh 1,5 - 2 jam untuk kendaraan pribadi, dan tentu lebih lama bila menggunakan kendaraan umum. Saya memulai penyusuran gua dengan start di Balai Informasi (kompleks Balai Pedukuhan/Pedusunan) dan diantar oleh pemandu wisata masyakat setempat yang dikoordinasikan secara teknis oleh SULARNO. yang tergabung dalam kelompok MEKAR. Selepas maghrib, aku bersiap-siap bersama para pemandu masyarakat setempat memasuki Gua/Luweng COKRO. Untuk penelusuran gua vertikal gelap abadi ini dapat dilakukan baik siang maupun malam. Para pemandu (sekitar 6 orang) senantiasa ringan tangan mendampingi atau membimbing saya masuk gua, melalui mulut gua yang pertama. Bagi wisatawan awam (bukan minat khusus) pun dijamin aman memasuki gua tersebut, asal mengikuti prosedur yang diatur oleh para pemandu. Kami bertiga (saya dan dua orang pemandu) masuk gua dengan peralatan (rompi dan kelengkapannya, termasuk helm berlampu, serta lampu penerang yang diperkuat dengan aki kecil 12 volt). Satu pemandu memberi informasi-informasi perihal perguaan, dan satu lagi mengarahkan lampu penerang ke berbagai hiasan atau ornamen gua yang akan saya abadikan dengan kamera digital. Sedangkan tiga pemandu lainnya berjaga di atas (di sekitar mulut gua) sampai penyusuran kami selesai.
Sungguh merupakan pengalaman yang amat berharga, dapat menyusuri salah satu gua di wilayah Kab. Gunungkidul yang masih alami dan menakjubkan. Terus terang, saya memang "ngebet" ingin menikmati hiasan atau dekorasi dalam gua yang sering disebut sebagai speleothem, sekaligus mensyukuri karunia alam Tuhan yang menjadi rumah indah di dalam tanah. Apalagi gua tersebut merupakan gua vertikal yang hanya dapat dimasuki dengan peralatan "safety" yang memadai dan tentunya dengan pemandu-pemandu yang profesional. Gua dimaksud adalah Gua/Luweng COKRO yang terletak di dusun Blimbing, desa Umbulrejo, Kec. Ponjong, Kab. Gunungkidul, Propinsi D.I. Yogyakarta. Jarak dari kota Yogyakarta ke arah tenggara menuju lokasi mulut gua/luweng tersebut kurang lebih 46 Km, dengan waktu tempuh 1,5 - 2 jam untuk kendaraan pribadi, dan tentu lebih lama bila menggunakan kendaraan umum. Saya memulai penyusuran gua dengan start di Balai Informasi (kompleks Balai Pedukuhan/Pedusunan) dan diantar oleh pemandu wisata masyakat setempat yang dikoordinasikan secara teknis oleh SULARNO. yang tergabung dalam kelompok MEKAR. Selepas maghrib, aku bersiap-siap bersama para pemandu masyarakat setempat memasuki Gua/Luweng COKRO. Untuk penelusuran gua vertikal gelap abadi ini dapat dilakukan baik siang maupun malam. Para pemandu (sekitar 6 orang) senantiasa ringan tangan mendampingi atau membimbing saya masuk gua, melalui mulut gua yang pertama. Bagi wisatawan awam (bukan minat khusus) pun dijamin aman memasuki gua tersebut, asal mengikuti prosedur yang diatur oleh para pemandu. Kami bertiga (saya dan dua orang pemandu) masuk gua dengan peralatan (rompi dan kelengkapannya, termasuk helm berlampu, serta lampu penerang yang diperkuat dengan aki kecil 12 volt). Satu pemandu memberi informasi-informasi perihal perguaan, dan satu lagi mengarahkan lampu penerang ke berbagai hiasan atau ornamen gua yang akan saya abadikan dengan kamera digital. Sedangkan tiga pemandu lainnya berjaga di atas (di sekitar mulut gua) sampai penyusuran kami selesai.
Gua/Luweng COKRO seperti tersebut di atas merupakan gua vertikal dengan kedalaman kurang lebih 18 meter. Gua ini memiliki 2 (dua) mulut gua yang berbentuk sumuran dengan jarak antar sumuran sekitar 8 meter. Mulut pertama berukuran sekitar 1,5 m X 0,8 m (12 m2), sedangkan mulut kedua berukuran lebih sempit (kira-kira kurang dari setengah ukuran mulut pertama). Kedua mulut ini terbentuk dari runtuhan atap gua. Persiapan teknis memasuki Gua/Luweng tersebut diawali dengan cara mengeset peralatan yang antara lain (dikenalkan oleh pemandu) : tali elastis (tali utama), webbing (tali pengikat), carabiner, scroll, rompi (pakaian standar jelajah gua) beserta kelengkapannya. Akan lebih baik bila kita memakai sepatu boot atau sepatu/alas kaki tahan air, becek maupun batuan. Pengesetan ini memakan waktu 0,5 - 1 jam. Tali elastis diikatkan di antara pohon-pohon besar di sekitar mulut gua, dan bagian tengahnya menjulur ke mulut gua, dilengkapi dengan alat lowering (menurunkan) maupun hauling (menaikkan/menarik), melalui tehnik tali tunggal "SRT" (Single Rope Technic). Dalam kondisi yang telah berompi dan siap nyali kita diturunkan (lowering). Pengalaman para pemandu pernah menurunkan wisatawan asing dari Amerika seberat 110 Kg.
Sesampai di bawah, rasanya lega, memasuki dunia lain yang sama sekali belum pernah aku masuki. Pertama-tama saya berhasil mengabadikan mutiara gua yang berkerlip dan berkilau menempel bagian bawah dinding gua. Selanjutnya berbagai tipe atau bentuk stalaktit yang saya ambil gambarnya antara lain stalaktit bentuk straw atau sedotan, anggur, kacang maupun gerigi. Bentuk tiang (pertemuan antara stalaktit dan stalakmit) yang indah, flowstone (batu air) yang menyerupai patung singa, dan berbagai dekorasi mirip gorden di dinding gua yang dapat dibunyikan, stalaktit "samurai", kamar pengantin, dinding gua berpola "batik", termasuk beberapa binatang yang kami temui (laba-laba, kelelawar, sriti, kaki seribu putih) sungguh merupakan karunia Tuhan yang benar-benar menakjubkan dan penuh pesona. Di akhir penyusuran kami, sampailah kita di ruang besar (chamber) yang berukuran sekitar 1000 m2 dengan ketinggian kurang lebih 25 m, yang atapnya dihuni oleh kelelawar maupun sriti. Begitu lega perasaan saya telah berhasil menelusuri gua tersebut selama kurang lebih 2,5 jam bersama para pemandu. Insya Allah pengalaman ini dapat menjadi pengalaman batin yang berharga yang sulit terlupakan. What a wonderful world ! .
Berada di bawah mulut gua bersama pemandu
Stalakmit "Telur Ceplok"
Mutiara Gua (Cave Pearl) yang berkilau
Flowstone yang menyerupai Patung Singa
Salah satu ruang "Kamar Pengantin"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar